Skip to main content

Posts

PR PENDIDIKAN

Hari ini, Ahad, 20 November 2022. Menghadiri salah satu acara yang diselenggarakan di Gelora Joko Samudro. Acara yang dimeriahkan oleh berbagai kalangan baik siswa, guru, orangtua siswa dan masyarakat umum. Acara begitu meriah. Terlebih diadakannya pameran pendidikan dan lomba mewarnai serta beberapa penampilan siswa seperti menari, puisi, reog, dan musikalisasi puisi.  Acara dibuka dengan sambutan wakil Bupati Gresik, yang begitu lantang dan semangat menyampaikan pidatonya. Beliau mendoakan agar guru selalu sejahtera dan diberikan rezeki yang berkah. Pusat kegiatan ditempatkan di halaman pintu utama Gelora Joko Samudro. Dan beberapa kegiatan seperti lomba mewarnai dan stand makanan/minuman di tempatkan sekitar halaman dan area jalan menuju pintu utama. Acara yang begitu meriah namun disini penulis melihat beberapa hal yang sekiranya dapat dijadikan pembelajaran untuk lebih baik lagi. Dimulai dari penempatan acara yang berada di area tidak cukup luas. Alangkah lebih baik jika diselengg
Recent posts

REFLEKSI 2021: GURU HARUS BAHAGIA

       Kita mungkin tidak sedang berlayar di atas satu sekoci yang sama, atau kita tidak sedang mengayuh di atas sampan yang sama, tetapi ingat kita adalah guru yang berada di atas bahtera pendidikan yang sama, yaitu Bahtera Pendidikan Indonesia. Bahtera yang dalam perjalanannya selalu menghadapi gelombang, badai, batu karang yang terjal, dan hambatan-hambatan lainnya. Itulah yang membuat bahtera profesi guru selalu menjadi perhatian dalam proses perjalanan sejarah bangsa Indonesia dari masa ke masa.       Pergantian tahun tinggal menghitung hari, tentu saja momen ini dapat digunakan oleh kita sebagai insan pendidik untuk menyelami kembali lautan sanubari terdalam tentang apa yang sudah kita lakukan. Apakah sudah menjadikan murid siap menghadapi sekolah yang sesungguhnya? Yaitu sekolah kehidupan. Apakah cara yang kita ajarkan sudah sepenuhnya menjadi keahlian di masa yang akan datang? Yaitu keahlian tentang menghadapi abad 21 yang masih penuh dengan tanda tanya.      Ada banyak cerit

Pintu Surga Kami

Dipertengahan hari. Sekumpulan rindu berbaris rapi menunggu pintu gerbong terbuka. Apa daya, jarak itu masih jauh walau hati terhubung denganmu, Mama. Kami berusaha tegar ketika melihat wajahmu dalam balutan selang oksigen. Bahkan mulut ini hanya terdiam menyaksikan mulutmu yang terus mengucapkan kalimat "laa ilaaha illallah.." Saat itu, kali terakhir kami mendengar suaramu yang lirih sesekali lantang dengan ditemani anak lelakimu berada disamping sambil terisak. Waktu berselang, kabar kepergianmu seperti petir menyambar saat kami terduduk di bangku stasiun kereta. Tangis anak pertamamu pecah di ujung telepon. Menunduk dalam pangkuan. Perlahan kami mengiringi ucapan kepergianmu dari berbagai sudut kota. Menyuarakan satu kalimat yang sama "innalillahi wa inna ilaihi roojiuun.." Kemudian kami ikhlaskan perlahan untukmu kembali kepada Sang Maha Pemilik.  Selamat jalan Mama, kami semua menyayangimu. Terima kasih sudah menjadi orangtua yang baik dan menjadi contoh untuk

Warna Warni Hari ini: Allah Masih Sayang Kita

Rancabungur, Bogor Sabtu, 20 November 2021 Pagi hari, kami menyempatkan diri untuk pergi ke Pabangbon setelah kami mengunjungi Orangtua di Pondok Bitung, Bogor. Pabangbon adalah tempat wisata yang telah lama kami dengar di sekitar Ciampea, Leuwiliang. Sempat ragu, namun akhirnya kami memutuskan untuk mengunjunginya. Setelah 1.5 jam melewati kemacetan yang tiada berujung dari Pasar Laladon sampai Ciampea, akhirnya kami memasuki wilayah Pabangbon. Perasaan berbunga-bunga ketika melewati jalan berliku dengan dikelilingi pemandangan gunung yang indah. Udara segar menambah kebahagiaan sepanjang jalan. Jalur yang menanjak dan menurun membuat motor kami sempat kehilangan tenaga. Hampir semua tanjakan berkelok bisa kami lewati sampai akhirnya di depan kami terbentang jalan yang sangat menanjak curam. Motor kami berhenti di tengah tanjakan. Walhasil, istri memutuskan turun dan berjalan kaki. Kami melanjutkan perjalanan. Setelah hampir 2 KM menuju Pabangbon, motor kami kehabisan tenaga kembali d

Cinta Berpulang

  Gresik, 04.12.2021 Ada bahasa sederhana yang tak ku mengerti Tak bisa aku baca dengan huruf besar dan kecil  Seperti inikah rasanya? Hambar di tengah lautan garam Termenung di serambi cinta yang ramai Di atas bara api aku memandangmu, dari kejauhan Sejak saat itu aku menunggu sampai kau pulang dan perlahan hancur menjadi abu Cintaku telah berpulang Menguburkan diri dalam tanah gersang tujuh musim kemarau Tidak ada harapan maupun senyuman kepergian Kini, aku berpangku tangan pada kewarasanku  Mengucapkan: sampai bertemu kembali, pada cinta yang berpulang

Hanya Aku, Kau dan Rumah

Gresik, 04.12.2021 Daun pintu yang lentik menunggu tuan rumah kembali Seperti malam dingin menunggu jemari pagi di depan perapian Tirai bergerak-gerak tertiup angin yang terhimpit Berteriak menunggu aku dan kau di rumah ini Harapan yang menjadi atap menaungi sepanjang malam Kenyataan yang menjadi lantai terus diinjak sepanjang jalan Hanya aku, kau dan rumah saat ini Kesana kemari ditemani semut-semut merah kegirangan Bercerita tentang kesamaan yang terbungkus masa remaja Di balik rumah ini, hanya aku dan kau Gelembung do’a selalu kita tiup kemudian dilepas membumbung ke atap  Menembus langit dan terdengar galaksi berkilauan Dari kejauhan, semua nampak hijau Terlihat kaki mungil menapaki rerumputan di halaman Terdengar letupan menggeram yang menggemaskan Kita sadar itu bukan rumah ini Belum saat ini Karena hanya aku, kau dan rumah

Seminggu Lalu

Pagi di hari Senin yang menawan.  Belum ada secangkir kopi yang disajikan seperti biasa.  Aku menunggumu di ujung batas hari penantian. Membayangkan seseorang yang berjalan perlahan dengan senyum murni tanpa perisa buatan. Pagi ini tetap sunyi tanpa denting pertemuan cangkir dan sendok.  Selama seminggu. Aku berbicara dengan diri sendiri. Sesekali pada meja, kursi, dan bantal.  Seminggu lalu. Nafas terasa sesak tanpa oksigen kehadiranmu yang menyegarkan.  Matahari segera datang dalam hitungan menit.   Bersamaan dengan suara denyit gerobak yang didorong kakek tua tanpa alas kaki. Karena itulah aku memandang dunia seperti kejam.  Menyekapku sendirian dan berjalan di atas aspal yang berlubang.  Seperti dirimu yang menahanku dalam penderitaan berkepanjangan.   Menunggumu.  BSD.19.12.2020